
Depok, 07/07/2018
Prof. Dr. -Ing. Ir. Misri Gozan, M. Tech adalah salah satu Dewan Pakar Indonesian Water Association (IdWA), beliau juga merupakan salah satu anggota di Majelis Penilai Persatuan Insinyur Indonesia. Pada 7 Juli 2018 tim IdWA yang terdiri dari Dwi Handaya (Ketum), Muhammad Sirod (KaBid Infokom & Cluster Air Perpipaan, Depot Air Minum & AMDK) serta Eva Nirmala – Hydro, mewakili Ketua Panitia 5th Gathering Teguh Wibawanto (Dewan Pengawas).
Pembicaraan di seputar kegiatan kumpul-kumpul silaturahami asosiasi yang sudah 4 kali di adakan di kota-kota besar seluruh Indonesia dan kini menginjak kali ke-5 yang akan diadakan di Universitas Indonesia – Depok. Prof. Misri sebagai akademisi dari Teknik Kimia UI menerima kami dengan semangat dan memberikan banyak insight seputar permasalahan air di Indonesia.
Dimulai presentasi oleh Dwi Handaya seputar sejarah IWWTF (Indonesian Waste Water Treament forum) -cikal bakal IdWA, dari mulai era mailing list di yahoogroups sampai forum di Telegram, diskusi berlanjut kepada penguatan IdWA sebagai institusi yang kredibel. Prof. Misri menyarankan agar IdWA jika sudah cukup dana lebih baik memiliki tim yang digaji sendiri bulanan, cukup 2 orang dalam sekretariat. Saat ini IdWA memang masih menggunakan fasilitas dari PT. Hydro Water Technology di Ancol dengan memaksimalkan fitur media sosial Telegram sebagai komunikasi.
Bicara soal kelembagaan Misri berbagi soal PII (Persatuan Insinyur Indonesia) dan IWA (International Water Association) yang kebetulan pernah menjadi membernya. Misri berjanji akan mengaitkan dan bersinergi dengan kedua lembaga tersebut. Tentu ini menjadi harapan yang baik bagi pengurus IdWA karena hal ini pernah menjadi pemikiran utama latar belakang berdirinya IdWA oleh sdr. Agung Hendarsa yang merupakan salah satu Dewan Pakar di IdWA. Semoga keduanya dapat memperkuat kerjasama IdWA dengan lembaga-lembaga reputable tersebut.
Secara sistem industri, Misri Gozan juga mencermati soal “Backward and Forward Linkages” yang dibenarkan oleh Muhammad Sirod sebagai “Pohon Industri”. Indonesia ini lemah sekali dalam adsorpsi investasi satu industri dan hubungan timbal balik dari satu investasi tsb. Prof. Misri menceritakan soal garam misalnya, di kita ada kecenderungan untuk langsung import garam jika garam lokal tidak kompetitif dari harga, padahal jika industri garam dibenahi, maka industri ikutan baik yang ke arah supplier (backward) seperti supplier mesin industri garam maupun ke arah customer (forward) seperti industri kemasan, logistik akan ikut maju. Sirod juga menyayangkan pemerintah terlalu memaksakan diri untuk lompat pada penguatan digital economy, sering disebut sebagai Industri 4.0, padahal penguatan industri sekunder (pengolahan bahan baku) kita masih begitu lemah.
Jika industri kita hanya ditopang oleh sistem dagang jangka pendek maka baik backward industry maupun forward industry akan habis karena negara telah meliberalisasi semuanya. Begitu kesimpulan dari hasil ngobrol santai itu.
Disampaikan pula soal RUU Sumber Daya Air yang saat ini memasuki pembahasan di Tingkat 1 Komisi 5 DPR. IdWA sedang mengupayakan RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) untuk hal ini. Pasca dibatalkannya Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 oleh Mahkamah Konstitusi pada 18 Februari 2015, Indonesia saat ini menggunakan payung hukum lama yang tentu saja tidak cukup memenuhi kebutuhan ketatanegaraan yang semakin besar tantangannya. Misalnya target 100-0-100 yg dinilai oleh banyak praktisi air minum sebagai target yang utopis, karena menargetkan akses air minum 100%. Padahal saat ini baru sampai di angka 70% saja. Diharapkan IdWA punya stand point yang jelas untuk perundang-undangan yang baru ini.
Member IdWA juga diperkuat oleh Akademisi termasuk salah satunya Prof. Misri ini. Tantangan dan trend di dunia akademik saat ini cukup membuat bingung dan menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat pendidikan tinggi. Misalnya program Scopus Journal yang cenderung memenuhi target pencapaian pencatatan literai ilmiah global tanpa menyentuh akar persoalan yaitu “link & match” antara praktisi lokal dengan dunia universitas. Untuk itu Misri berpendapat agar abstrak di Scopus sebaiknya juga dibuat dalam bahasa Indonesia, sehingga pengusaha-pengusaha indonesia tidak malas membacanya, sebagaimana Jepang telah melakukannya lebih dulu.
Soal program dan pembicara dari UI untuk gathering ke-5 ini, sebagaimana tradisi, IdWA mempersilahkan UI untuk menyiapkan pembicara-pembicara terbaik mereka. Untuk ini Misri sudah melakukan komunikasi dengan Prof. Dr. Ir. Nelson Saksono, M.T. yang akan membawakan topik Plasma dalam teknologi waste water treatment. Topik lain yang akan menarik dibahas adalah soal barrier di dunia industri water kita. Misri akan menyampaikan persoalan desain industri bagaimana membuat permodelan yang mensimulasikan parameter kompleks dalam industri.
Dwi Handaya menyatakan bahwa dua anggotanya sudah melakukan kolaborasi strategic yang ditopang riset dari perguruan tinggi. Yaitu antara Hydro (Teguh Wibawanto) dan Kalvabio (Sunarno) berkolaborasi menggunakan teknologi package WWTP dan teknologi Microbubble temuan UGM. Keduanya kemudian meluncurkan lini bisnis tersendiri dengan brand Hydro Kalvabio. Diharapkan kolaborasi kongkrit seperti ini akan lebih banyak lagi lahir ke depannya.
Misri menjelaskan tantangan industri dari UI sendiri, di mana dalam keilmuan Teknik Kimia UI sendiri berada di tengah-tengah siklus praktis implementasi keilmuan. Dia menggambarkan bahwa Fakultas Ekonomi adalah rumpun keilmuan yang lebih dekat dengan akses serta aktivitas keuangan sehingga lebih makmur, sementara Fakultas MIPA karena berkaitan dengan ilmu-ilmu dasar dan sifatnya jangka panjang, cenderung terlihat “kurang berhubungan dengan produktivitas”. Sementara Sirod menjelaskan kategori pengusaha yang masuk ke IdWA adalah rata-rata merupakan insinyur atau praktisi air yang punya expertise di atas 7 tahun, bahkan ada yang menekuni satu bidang sampai 25 tahun. Rata-rata perusahaan di IdWA fokus menjadi “marketing company”, “research company” dan “project company” sebelum menjadi perusahaan skala menengah. Jumlah pengusaha skala menengah ini sangat aktif berkontribusi di IdWA, diharapkan member forum IWWT dan anggota biasa IdWA dapat menjadi anggota-anggota yang aktif pula sehingga memperkuat asosiasi ini di tahun-tahun mendatang.
Misri berharap agar IdWA juga menjadi tujuan para lulusan dalam negeri seperti UI untuk berkarya. Jangan sampai lulusan-lulusan yang memiliki idealisme tinggi hanya bekerja di perusahan-perusahaan besar (multi-national company) saja. Dia yakin dari banyaknya lulusan-lulusan itu ada sedikit yang punya idealisme dan mau bergabung dalam perusahan-perusahaan lokal sehingga berdaya dan memberdayakan resources guna kemajuan bangsa yang lebih besar sesuai filosofi “forward and backward linkages” tersebut. IdWA bisa berfungsi untuk men-sertifikasi kompetensi untuk lulusan-lulusan tersebut. Sehingga pride dari para lulusan tersebut setara dengan lulusan-lulusan luar negeri yang lebih dulu siap dalam soal sertifikasi ini.
Misri juga menawarkan untuk mengundang pembicara luar negeri dari Jerman, Prof. Dr. Andreas Tiehm dari lembaga Technologiezentrum Wasser (PERPAMSI-nya Jerman). Misri sendiri mengambil kepakaran dalam Ground Water di Jerman untuk S3-nya. Dia bercerita bagaimana physical & biological treatment mengatasi pencemaran akibat rembesan buangan industri kimia yang sangat berjaya di era Hitler berkuasa, tepatnya perang dunia ke-3 di tahun 70-an. Pencemaran industri kimia ini mengotori air tanah di Jerman, sampai ke sungai-sungai besar seperti Elzbach River. Kepakaran Andreas Tiehm dapat kita manfaatkan untuk menguatkan acara 5th Gathering nanti, imbuhnya.
Untuk waktu pelaksanaan akan diusahakan agar gathering kali ini disesuaikan dengan ujian mahasiswa dan kesibukan di internal Teknik Kimia UI, sehingga waktu ideal adalah di akhir Oktober atau awal November 2018. Kunjungan diakhiri dengan survey lokasi yaitu auditorium untuk seminar besar dan kelas-kelas untuk workshop. IdWA bersyukur dan sangat optimis acara ini akan lebih baik dari acara-acara sebelumnya yang juga sudah baik dilaksanakan IdWA.